oleh

Siap-siap, PGN Mau Naikkan Harga Gas

Makassar,inisulsel.com,-PT Perusahaan Gas Negara Tbk alias PGN (PGAS) tengah menimbang kembali kenaikan harga gas komersial dan industri yang akan diberlakukan pada 1 Oktober 2019 ini. Atas hal ini, PGN masih menunggu hasil dari survei tim internal.

Yang pasti, PGN sudah melakukan diskusi dengan 80% pelanggan mengenai rencana kenaikan itu. Klaimnya, para pelanggan memberikan respons positif atas rencana kenaikan harga gas bumi yang akan diterapkan.

 “Survei masih berlangsung. Kami akan kaji hasil survei dan masukan dari industri,” terang Direktur Utama PGN Gigih Prakoso, seperti dilansir Kontan co.id

Jika ada kenaikan, Gigih pun belum bisa memastikan apakah akan ada revisi kontrak dengan pelanggan industri atas rencana kenaikan harga gas industri tersebut.

Sementara menanggapi respon Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang meminta harga gas sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 tahun 2016 tentang harga Gas Bumi untuk Industri yang ditetapkan sebesar US$ 6 per mmbtu, menurut Gigih, kebijakan itu tidak berdampak yang signifikan bagi PGN.

Sebab, jika ketentuan tersebut diberlakukan, PGN tetaplah menjadi penyalur dan tetap dapat mengenakan investment rate return (IRR) pada pelanggan.

Mengacu Peraturan Menteri (Permen) 14 tahun 2019 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, aturan tersebut mengatur margin niaga gas dan IRR sebesar 11%. “Untuk saat ini, IRR PGN masih di bawah angka itu,” terang Gigih.

Sementara itu, Corporate SecretaryPGN Rachmat Hutama menilai, saat ini, harga gas bumi ke sektor industri di Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan harga di Singapura dan China.

Sebagai gambaran, konsumen industri Singapura membeli gas dengan kisaran harga US$ 12,5 US$ 14,5 per mmbtu. Adapun, industri di China harus membayar sekitar US$ 15 per mmbtu.

Sementara PGN menjual gas kepada pelanggan akhir berkisar antara US$ 8 – US$ 10 per mmbtu. “Harga itu terbentuk dari berbagai sumber, baik gas sumur maupun LNG yang harganya jauh lebih tinggi,” jelas Rachmat.

Nah, sejak tahun 2013, PGN memang tidak pernah menaikkan harga gas ke konsumen industri. Sementara biaya pengadaan gas, biaya operasional, serta nilai kurs dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah terus tumbuh.

Secara akumulasi perusahaan, sejak 2013 hingga saat ini, kurs dollar AS telah naik sampai 50%. “Dengan beban biaya yang terus meningkat, tentunya ruang bagi PGN untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi menjadi makin terbatas,” tandas Rachmat.

Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, harga gas mestinya bisa diturunkan demi meningkatkan daya saing industri. Selain itu, “Harga gas yang turun bisa menambah pendapatan negara,” pungkasnya.(int)